CILACAP (Pertamanews.id) – Sembilan kecamatan telah dipilih sebagai program percontohan pengelolaan perikanan darat berkelanjutan, terutama untuk ikan sidat. Kedua belas kecamatan tersebut meliputi Kedungreja, Patimuan, Kampung Laut, Majenang, Bantarsari, Kroya, Adipala, Nusawungu, dan Sampang.
Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Cilacap, Sujito mengungkapkan bahwa wilayahnya merupakan habitat sidat yang beragam, mulai dari glass eel, elver, hingga sidat yang dikonsumsi. Cilacap juga menjadi produsen utama sidat di Pulau Jawa, dengan luas lahan budi daya sidat mencapai 17,8 hektare. Pada tahun 2023, produksi sidat dari budi daya mencapai 27,36 ton.
Sejak tahun 2018, Cilacap telah ditetapkan sebagai lokasi pengelolaan sidat oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Global Environment Facility (GEF), dan Food and Agriculture Organization (FAO) melalui Proyek I-Fish. Proyek ini bertujuan untuk mengelola sumber daya, melakukan konservasi, dan meningkatkan pemanfaatan perikanan sidat secara berkelanjutan.
Sujito menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan dari KKP, GEF, dan FAO dalam pengembangan pengelolaan sidat berkelanjutan di Cilacap. Dia berharap kerjasama ini dapat terus berlanjut dan memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya para pelaku usaha sidat.
“Kami sangat berterima kasih atas dukungan KKP, GEF, dan FAO dalam pengembangan pengelolaan sidat berkelanjutan di Cilacap. Kami berharap kerja sama ini dapat terus berlanjut dan memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya pelaku usaha sidat,” ujar Sujito, di Desa Kaliwungu, Kecamatan Kedungreja, Senin (22/1/2024).
Pemerintah kabupaten juga memberikan dukungan terhadap program tersebut dengan meluncurkan Kampung Sidat di Desa Kaliwungu pada tahun 2018. Di bawah Koperasi Mina Sidat Bersatu, pengelolaan sidat dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan.
“Kami terus menggenjot produksi sidat, tetapi juga tetap memegang komitmen untuk konservasi. Kami melakukan restocking benih sekitar 2,5 persen di sungai-sungai, dan merilis sebagian indukan, supaya terus terjaga ketersediaan benih sidat,” tutur Ruddy.
Penggagas Koperasi Mina Sidat Bersatu, Ruddy Sutomo menyatakan bahwa pangsa pasar sidat masih besar, terutama untuk ekspor ke Jepang, Taiwan, dan Hong Kong. Mereka terus meningkatkan produksi sidat sambil tetap berkomitmen pada konservasi, termasuk melakukan restocking benih sekitar 2,5 persen di sungai-sungai dan merilis sebagian indukan untuk menjaga ketersediaan benih sidat.
“Kami berkomitmen untuk terus mendukung Cilacap dalam pengelolaan sidat berkelanjutan. Kami juga berharap kerja sama dengan FAO dapat terus berjalan dengan baik, memberikan dampak positif bagi masyarakat, lingkungan, dan perekonomian,” ucap Eko
Kepala GEF OFP, Eko Nugroho menilai bahwa pengelolaan sidat di Cilacap telah sesuai dengan rencana aksi nasional konservasi ikan sidat. Ia berharap Cilacap dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam pengembangan perikanan darat berkelanjutan.
Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal, juga memberikan apresiasi atas keberhasilan Cilacap dalam mengembangkan budi daya sidat. FAO siap membantu Cilacap dalam peningkatan kapasitas, teknologi, dan pemasaran sidat, serta berharap konsep “satu kampung satu ikan” di Cilacap dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia.
“Kami sangat terkesan dengan konsep satu kampung satu ikan yang diterapkan di Cilacap. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Cilacap memiliki semangat dan kreativitas yang tinggi dalam mengelola sidat. Kami berharap ini dapat menjadi inspirasi bagi daerah-daerah lain di Indonesia,” kata Rajendra.